Seberapa penting Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi Sekretariat Jenderal DPD RI...?

Bayangkan, Anda bekerja dalam sebuah organisasi berskala besar, dengan ruang lingkup luas dan sumber daya manusia dari latar belakang yang beragam, tentu dibutuhkan sebuah acuan efektif untuk menyelaraskan sistem dalam bekerja sehingga visi dan misi sebuah organisasi dapat tercapai. Acuan tersebutlah yang selanjutnya dikenal dengan sebutan Standar Operasional Prosedur atau SOP.

If you can’t describe what you are doing as a process, you don’t know what you’re doing.

-W. Edwards Deming-

Menurut Sailendra (2015), Standar Operasional Prosedur merupakan sebuah panduan yang bertujuan memastikan pekerjaan dan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan berjalan dengan lancar. Sejalan dengan definisi tersebut, Tjipto Atmoko (2011) mengartikan SOP sebagai suatu pedoman untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah maupun non-pemerintah, usaha maupun non-usaha, berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif, dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu panduan atau prosedur kerja sistematis yang bertujuan untuk menciptakan standardisasi guna memudahkan para pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dan meminimalisir kesalahan. SOP dibuat tidak dengan kata-kata yang sulit dan pengertian yang samar, namun harus singkat, mudah dimengerti dan berisi langkah-langkah tindakan yang mudah diikuti.

Salah satu kesalahpahaman terbesar tentang SOP adalah masih banyak yang mengira bahwa SOP akan menyebabkan organisasi tersebut menjadi kaku dan tidak fleksibel. Sebuah artikel di Harvard Business Review berjudul ‘’Standard Operating Procedures Can Make You More Flexible’’ menjelaskan  bahwa standar operasional prosedur yang diciptakan dengan benar  dan mudah diikuti pegawai dengan jelas justru akan menciptakan organisasi yang lebih fleksibel.

Most people think standard operating procedures are a strait jacket that limits their flexibility. Yet in our increasingly complex world of work, with so many possible decisions and steps, clever use of standards can liberate. They can actually make it easier to tailor customer experience at low cost.

-Brad Power-

Penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 7 ayat (2) huruf h yang menyebutkan bahwa Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban menyusun standar operasional prosedur pembuatan keputusan dan/atau tindakan. Sedangkan acuan untuk keseragaman pemahaman serta format dokumen dalam mengidentifikasi, menyusun, mengembangkan, memonitor serta mengevaluasi, berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 35 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Sekretaris Jenderal DPD RI Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Penataan Proses Bisnis dan Penyusunan Standar Operasional Prosedur di lingkungan Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.

Dikutip dari The International Journal of Social Sciences (2014) dengan judul The Preparation Of Bureaucracy Reform Roadmap In Realizing Good Governance, masih banyak ditemukan ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan terkait dengan tata kelola pemerintahan yang baik sehingga tugas dan fungsi antar unit menjadi tumpang tindih, adanya keraguan dari pembagian wewenang antara unit sehingga menyebabkan organisasi menjadi tidak efektif dan efisien. Hal ini terjadi karena tidak adanya pelaksanaan Standar operasional prosedur (SOP) yang baik, tidak adanya Standar Minimum Layanan Publik, tidak adanya Manajemen Layanan dan Keluhan serta kurangnya pemahaman tentang penerapan peraturan perundang-undangan terkait dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Masih dikutip dari The International Journal of Social Sciences (2014) dijelaskan bahwa: “In the implementation of bureaucratic reforms, The Government has been doing the reformation and fundamental changes in the field of management by constructing Standard Operating Procedure (SOP). The plan of Structuring management is achieved through the development of SOP in implementation on tasks and functions and the development of eGovernment that are to be implemented, namely evaluation of the business process, development of SOP in the Implementation of Duties and functions of each organization of regional / local work unit, the development of e-Government and the setting of standard infrastructures”. Sehingga disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Pemerintah telah melakukan perubahan mendasar dengan melakukan penataan manajemen melalui pembangunan dan pengembangan SOP sesuai tugas dan fungsi yang diimplementasikan melalui evaluasi bisnis proses yang nantinya akan mengarah pada e-Government.

Lalu, apakah hubungan penyusunan SOP dengan kerangka pelaksanaan Reformasi Birokrasi?

Ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tujuan mendasar kebijakan Reformasi Birokrasi di Indonesia, yaitu untuk membangun profil dan perilaku aparatur negara yang memiliki integritas, produktivitas, dan bertanggungjawab serta memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang prima melalui perubahan pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) dalam sistem manajemen pemerintahan yang mencakup 8 Area Perubahan. Salah satu Area tersebut  adalah ketatalaksanaan. Pada hakekatnya perubahan ketatalaksanaan diarahkan untuk melakukan penataan tata laksana instansi pemerintah yang efektif dan efisien. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyusunan SOP sejalan dengan tuntutan reformasi birokrasi khususnya pada area penataan tata laksana sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 30 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah.

Bicara tentang kegiatan penyusunan dan implementasi SOP di Sekretariat Jenderal DPD RI, disadari betul bahwa dibutuhkan partisipasi penuh yang melibatkan seluruh unit kerja dengan dilandasi alasan bahwa pegawailah yang paling tahu kondisi yang ada di tempat kerjanya masing-masing dan yang akan langsung terkena dampak dari perubahan tersebut. Oleh karena itu, pada tanggal 20 s.d. 21 Juni 2019 Bagian Organisasi dan Ketatalaksanaan mengundang Tim Penyusunan SOP Makro Sekretariat Jenderal DPD RI yang terdiri dari perwakilan Biro/Pusat/Inspektorat dilingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI beserta Tim Fasilitator untuk melaksanakan kegiatan Workshop Penyusunan SOP Makro sebagai proses awal dalam rangka pengenalan, pemahaman serta mengetahui mekanisme penyusunan SOP Makro.

Sejak tanggal 25 Juni s.d. 24 September 2019 Bagian Organisasi dan Ketatalaksanaan bersama dengan Tim Penyusunan SOP Makro Sekretariat Jenderal DPD RI rutin melaksanakan rapat penyusunan SOP Makro yang melibatkan seluruh unit kerja. Proses koreksi dan penyempurnaan pun berlanjut hingga 28 Januari 2020, seluruh Deputi beserta jajaran Kepala Biro/Pusat/Inspektur di Lingkungan Sekretariat Jenderal DPD RI telah menyepakati Draft SOP Makro yang disusun.

Saat ini telah tersusun ± 105 SOP Makro yang mengacu kepada Peta Lintas Fungsi sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 19 Tahun 2018 Tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah Peraturan Sekretaris Jenderal DPD RI Nomor 03 Tahun 2019 tentang Peta Proses Bisnis Sekretariat Jenderal DPD RI. Selanjutnya, pada tanggal 25 Februari 2020 SOP Makro ditetapkan dalam Bentuk Peraturan Sekretaris Jenderal DPD RI Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Makro Sekretariat Jenderal DPD RI.

Proses implementasi SOP Makro termasuk proses yang cukup menantang, karena pegawai dipaksa untuk beradaptasi dengan merubah kebiasaan lama dan mulai menjadikan SOP sebagai bagian penting dalam setiap kegiatan rutin. Proses implementasi harus dirancang sedemikian rupa untuk memastikan bahwa setiap pegawai yang terlibat mendapat penjelasan dan informasi tentang peran serta konsekuensi jika terjadi kesalahan dalam penerapan SOP tersebut.

Ke depannya, setelah SOP Makro diterapkan keseluruh unit kerja, perlu dilakukan evaluasi sampai sejauhmana unit-unit tersebut menerapkan SOP Makro secara baik. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi dimana letak kelemahan dan kekurangan dalam penerapan SOP sehari-hari, sehingga dapat menjadi dasar perbaikan di waktu mendatang.

Test, test and test some more, then document and capture the results.

-Candy Motzek-

Penting untuk diingat, Reformasi birokrasi akan berjalan pincang sehingga lamban untuk mencapai tujuannya jika tidak terdapat penataan ketatalaksanaan. Ketatalaksanaan adalah roda yang menggerakkan birokrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan maupun pelayanan kepada stakeholders. (RH/BKH)